BERDEBAT PADA DIMENSI RASA, SEPERTI ORANG GILA
BERDEBAT PADA DIMENSI RASA, SEPERTI ORANG GILA
Bagaimana mungkin dimensi rasa bisa dijelaskan dengan kata? Kecuali dengan perumpamaan semata, tapi maknailah perumpamaan layaknya perumpaan agar tidak merubah esensinya. Seperti halnya syurga yang berada pada dimensi rasa, "digambarkan" seperti air sungai yang mengalir didalamnya, banyak buah buahan, susu, madu, dsb, semua itu hanya sebagai perumpamaan didalam Alquran agar akal "sedikit" memahaminya, karena andai itu bukan "PERUMPAMAAN" maka tentulah syurga tidak menarik lagi bagi para petani yang tinggal di lereng gunung yang terbiasa melihat air sungai mengalir dan buah buahan, mereka bosan, bagaimana tidak bosan kalau setiap hari bertemu hal yang sama, mungkin yang menarik bagi mereka syurga itu kayak jakarta, ada mall megahnya, semua yang mau dibeli serba ada. Syurga seperti gambaran diatas hanya menarik untuk orang orang arab yang tandus, padang pasir, gersang, karena memang Alquran yang tersurat diturunkan di arab yang gersang. Bukankah islam sesuai jaman? Kalau kita memaknai syurga secara tekstual, maka islam tidak sesuai jaman dan keadaan tentunya, karena kalau mau sesuai jaman seharusnya syurga itu digambarkan seperti mall mall megah, mobil sport, apartemen mewah, itulah syurga yang didamkan oleh generasi sekarang. Syurga seperti sungai mengalir dan buah buahan memang menarik untuk orang perkotaan, tapi hanya sebatas untuk berlibur, untuk sesaat, tidak untuk menetap, karena anda pasti akan bosa karena sudah terbiasa gemerlapnya kehidupan perkotaan yang semuanya serba ada. Di lereng gunung, jangankan bidadari cantik seperti selebgram, wifi aja tidak ada, listrik tidak ada, gimana mau facebookan, tiktokan, youtupan untuk menghilankan rasa bosan, kita semua ini bosenan. Saya hawatir, ketika kita meyakini syurga dalam akal, kita akan kecewa dan orang orang yang tinggal dilereng gunung tidak lagi mengejarnya 🤣🤣🤣
Lalu mengapa digambarkan seperti itu, agar akal punya gambaran mengenai kondisi yang begitu tenang, begitu nikmat, begitu lezat dan begitu bahagia, hanya sebatas itu, karena rasa tenang syurga sifatnya rahasia, rahasia yang bisa anda fahami kalau anda merasakannya. Akal terbatas dalam menjelaskan dimensi rasa, jadi jangan paksa Alquran yang terusrat untuk menjelas rasa itu, devinisi dimensi rasa ada pada Alquran yang tersirat, bukan pada Alquran yang tersurat.
Lalu bagaimana rasa syurga itu? Akankah melebihi rasa keluarnya mani? Jawaban saya, ketika sudah merasakan syurga, maka anda tidak akan butuh lagi keluar mani, makan enak, istri cantik, dan anda tidak lagi butuh apa apa, bahkan anda sudah tidak butuh syurga itu sendiri.
Lalu bagaimana agar bisa masuk syurga dan merasakan syurga itu? Cari metode untuk mengenal dan menemukan pemilik Syurga, dan ketika anda menemukannya maka tentu anda sudah berada didalamnya, dan ada rahasia rasa yang akan membuat anda lupa segalanya 😁😁😁
Agar tidak menjadi sekedar asumsi semata, dan kita tidak berdebat seperti orang gila, ada baiknya anda menguji metodenya seperti saya sebelumnya yang tidak percaya. Kita tidak akan bisa berdebat pada dimensi rasa, seperti halnya gula, pernah anda melihat orang berdebat tentang rasa gula yang manis? Yang ada hanya kita sepakat kalau rasa gula itu manis, kita semua sepakat akan hal itu, sepakat setelah merasakan rasa gula itu manis, mengenai devinisi rasa manis seperti apa, akal kita terbatas menggambarkannya walaupun kita sering mencicipinya.
Uji dulu metodenya, metodenya ini sesuai tuntunan, semua ada dalilnya jika anda menginginkan itu, jika setelah anda mengujinya dengan totalitas tapi anda juga tidak mampu merasakan syurga, anda boleh potong tangan saya.
Saya tidak ingin mengajak anda berdebat tentang rasa syurga seperti halnya kita tidak pernah berdebat tentang rasa gula, saya hanya ingin anda menguji metodenya, agar saya dan anda merasakan hal yamg sama, DAN BUKAN ASUMSI SEMATA yang selalu membuat perpecahan diantara umat manusia. Bukankah yang membuat manusia selalu berpecah adalah banyak perbedaan asumsi? Beda bacaan beda asumsi, beda guru beda asumsi, beda pengalaman beda asumsi dan perbedaanlah yang banyak akan ditimbulkan oleh dimensi akal, Andai kita semua fokus pada dimensi rasa, maka tentu kita tidak akan terpecah seperti halnya asumsi kita tentang manisnya gula. Tuhan berada pada dimensi rasa, karna Tuhan tidak ingin kita berdebat seperti apa wujudnya, seperti apa zatNYA, Tuhan ingin kita satu dalam memahami DIA.